Tujuan partai-partai komunis dunia
ialah menggantikan sistem kapitalisme dengan komunisme. Waktu terpukul
hancurnya kapitalisme, dan terpukul jatuhnya borjuasi belumlah mewujudkan
komunisme. Antara kapitalisme dan komunisme ada satu masa peralihan. Dalam masa
peralihan ini, proletariat melakukan diktator atas borjuasi. Ini berarti bahwa
proletariat dunia memaksakan kehendaknya atas borjuasi dunia yang berulangkali
mencoba mendapatkan kembali kekuasaan politik dan ekonomi yang hilang, agar
dapat mempergunakan kembali alat-alat pemeras dan penindasnya. Dalam masa
penindasan itu, negeri-negeri kapitalis alat-alat penindasan borjuasi dunia
diganti dengan negeri-negeri Soviet. Soviet adalah perwujudan diktator
proletariat. Tujuan Soviet ialah menghapuskan kapitalisme dan mempersiapkan
tumbuhnya komunisme.
Negara Soviet sebenarnya belum mewujudkan
komunisme. Untuk mecapai komunisme orang harus melalui jalan yang lamanya
mungkin puluhan tahun. Permulaan komunisme yang tulen berarti berakhirnya
Negara Soviet. Negara Soviet akan berhenti sebagai negara, yaitu sebagai alat
penindas dari proletariat, jika orang-orang borjuasi sebagai pemeras dan
penindas telah dibasmi atau berubah menjadi anggota pekerja masyarakat
komunisme.
Di masa kekuasaan diktator proletariat, maka
industri besar yaitu industri-industri yang cukup terpusat, dinasionalisi. Itu
berarti bahwa industri-industri itu diserahkan kepada negara proletar. Dengan
nasionalisasi industri-industri besar, hak milik perseorangan tak berlaku lagi
dan diganti dengan hak milik komunal. Dengan demikian juga akan hapuslah
anarkisme dalam produksi, yaitu : menghasilkan barang keperluan hidup yang satu
sama lain tidak ada sangkut pautnya sebagaimana yang terjadi dalam masyarakat
kapitalis. Sebagai gantinya diadakanlah rasionalisasi, yaitu menghasilkan
barang-barang keperluan hidup menurut kebutuhan masyarakat. Dengan hapusnya hak
milik perseorangan dan anarki dalam produksi, persaingan juga akan hapus.
Berhubungan dengan itu juga akan lenyaplah kata-kata yaitu : Kasta Proletar dan
Kasta Borjuasi.
Dengan hapusnya persaingan juga tak akan
berlaku lagi politik imperialisme, yaitu politik modal bank sesuatu negara
kapitalis untuk merampas negara-negara yang dibutuhkan sebagai pasaran
kelebihan hasil pabriknya, dan selanjutnya untuk mendapatkan bahan-bahan mentah
bagi industri-industrinya serta penanaman kelebihan modalnya.
Jika imperialisme tak ada lagi, perang
imperialis pun tak akan ada. Pendek kata dalam masyarakat komunis akan hapuslah
adanya hak milik perseorangan, anarki dalam produksi, persaingan, kasta-kasta,
imperialisme dan peperangan imperialis. Sebagai gantinya tersusunlah hak milik
bersama, produksi rencana, penukaran produksi dengan sukarela dan
internasionalisme, yaitu perdamaian, kerjasama dan persaudaraan antara berbagai
bangsa di dunia.
Apa yang diuraikan di atas adalah teori
komunis yang bisa menjadi kenyataan jika kapitalisme dunia jatuh serentak, sebagaimana
yang hampir-hampir terjadi pada tahun-tahun pertama sesudah revolusi Bolshevik
pertama di Rusia. Karenanya Soviet Uni pada permulaan revolusi segera disusun
atas dasar proletar yang agak tulen. Bukankah pengkhianatan kaum sosial
demokrat yang hingga sekarang dapat menghalangi keruntuhan umum kapitalisme
yang memaksa bolshevik mengadakan langkah mundur pada tahun 1921. Langkah
mundur ini harus diterima dalam arti ekonomi dan taktik. Dalam arti ekonomi
karena Negara Soviet mengijinkan berlakunya kembali hak milik perseorangan
kepada petani-petani yang merupakan 80 % dari jumlah penduduk Rusia dan kepada
borjuis-borjuis kecil di kota-kota, dan bersamaan dengan itu melakukan
perdagangan dengan penghasilan barang dagangan atas dasar kapitalisme. Tapi langkah
ini ternyata perlu karena perusahaan-perusahaan kecil yang belum cukup adanya
pemusatan teknis dan administratif dan mula-mula juga dinasionalisi,
menumbuhkan birokrasi yang maha besar. Karena sekarang hak milik perseorangan
dan perdagangan para petani-petani dan perusahaan-perusahaan kecil diijinkan,
lenyaplah serentak birokrasi dan ekonomi Rusia dapat berjalan lebih lancar.
Kenyataan yang terakhir ini menunjukkan keuntungan politik yang banyak tak
terduga, karena dengan demikian petani-petani dapat ditarik dalam barisan
pendukung Negara Buruh.
Politik Ekonomi Buruh sebagaimana orang
menamakannya tak akan terbatas khusus para Rusia yang terbelakang. Juga di
negeri-negeri yang murni kapitalistis seperti Jerman, Inggris dan Amerika
dimana + 75 % dari penduduknya menjadi buruh, adanya hak milik perseorangan dan
perdagangan pada borjuis kecil dan golongan petani adalah suatu keharusan.
Terutama di Indonesia politik ekonomi baru itu mempunyai arti yang sangat
besar. Kapitalisme Indonesia adalah kapitalisme kolonial dan tidak akan tumbuh
secara tersusun dari masyarakat Indonesia sendiri, sebagaimana halnya dengan
kapitalisme Eropa. Ia dipaksakan dengan kekerasan oleh suatu negeri imperialis
Barat dalam masyarakat feodal Timur, untuk kepentingan-kepentingan negeri
Barat.
Kapitalisme Indonesia masih dalam taraf
permulaan perkembangannya. Industri-industri besar seperti industri-industri
untuk membikin mesin-mesin, lokomotif-lokomotif dan kapal, malah
industri-industri yang sangat penitng, seperti tekstil, masih belum ada.
Berhubung dengan itu proletariat Indoensia berada lebih rendah daripada
proletariat Eropa Barat dan Amerika. Diktator Proletariat yang tulen akan dapat
membahayakan prikehidupan ekonomi di Indonesia, terlebih jika revolusi dunia
tak kunjung datang. Akibatnya daripada itu bagian yang terbesar daripada
penduduk, yaitu orang-orang yang bukan proletar, sangat mudah dihasut melawan
buruh Indonesia yang kecil jumlahnya.
Untuk menjamin pripenghidupan ekonomi di
Indonesia dalam kemerdekaan nasional yang mungkin datang, kepada penduduk yang
bukan proletar harus diberikan kesempatan (dalam jatah yang terbatas)
mengusahakan hak milik perseorangan dan perusahaan-perusahaan kapitalisme.
Lebih daripada itu, negeri harus memberikan kepadanya bantuan baik materiil
maupun moril, untuk mempertinggi produksinya. Sudah barang tentu,
perusahaan-perusahaan besar harus segera dinasionalisi. Dengan demikian
kegiatan ekonomi rakyat dapat diperkembang tanpa kekuatiran akan datangnya
kasta-kasta atau golongan lainnya. Dengan demikian pertimbangan ekonomi antara
proletar dan bukan proletar dapat dicapai dan dipertahankan.
Apabila perimbangan ekonomi telah tercapai,
maka perimbangan politik akan menyusul dan dengan sendirinya. Sudah semestinya,
buruh Indonesia sebagaimana halnya dalam ekonomi jalan politik tak boleh
melangkah lebih jauh. Malah jika nanti buruh dalam perjuangan kemerdekaan
nasinal dapat bagian yang maha besar, malah mereka tak boleh sama sekali
mengabaikan adanya orang-orang bukan proletar dalam perjuangan mendapatkan
bagian yang sama besarnya atau lebih, di Indonesia sistem Soviet yang tulen
buat sementara waktu masih belum dapat direncanakan. Memang kita harus selalu
ingat, bahwa buruh menurut kualitas dan kuantitasnya ada rendah, sedangkan
orang-orang bukan proletar dalam jumlah besarnya dan objektif dan revolusioner,
yang kecuali itu hampir semuanya tergoloong pada pemilik kecil. Karenanya dalam
“Indonesia Merdeka” cara bagaimanapun kepara orang-orang bukan proletar harus
diberikan kesempatan mengeluarkan suaranya. Akan tepat adanya, jika buruh dalam
perang kemerdekaan nasional yang mungkin datang, mewujudkan barisan pelopor
daripada seluruh rakyat, maka perusahaan-perusahaan besar akan jatuh
ditangannya dan selaras dengan itu kekuasaan politik. Perimbangan politik
dengan orang-orang bukan proletar akan mudah dapat diciptakan, yang mana akan
sangat penting adanya bagi Indonesia Merdeka.
Apabila neraca nasional baik ekonomi maupun
politik telah tercapai, maka Indonesia selanjutnya akan dapat berkembang di
lapangan ekonomi dan politik! Kecepatan menuju ke arah Negara Soviet yang tulen
dan selanjutnya ke arah komunisme tergantung kepada keadaan internasional dan
lebih lanjut pada perkembangan industri di Indonesia sendiri.
No comments:
Post a Comment