Design pena 3D,3ds max

cara pembuatan objek pena 3D Menggunakan software 3ds max

design monitor 3D

membuat sebuah objek monitor dengan software 3ds max

Deteksi Waktu Windows

membuat sebuah program yang dapat mendeteksi berapa lama Windows atau komputer dinyalakan. Program ini dapat digunakan untuk mendeteksi komputer pribadi kesayangan Anda.

Membuat Program startup

Dengan program ini Anda dapat menjalankan program yang Anda inginkan secara otomatis ketika masuk ke dalam sistem operasi Windows.

Membuat Game Sederhana

membuat game sederhana dengan JCreatorLE 3.0. Pada game ini pemain di ajak untuk mencari gambar yang sama dengan jumlah mencoba yang seminimal mungkin. Yang paling sedikit jumlah mencobanya adalah pemain paling tinggi nilainya. Pada game sederhana ini kita akan menerapkan logika bagaimana menampilkan gambar secara acak dan menggunakan file dengan format gambar seperti jpg ,bmp, serta format gambar lainnya pada Java.

Monday, May 9, 2016

Zarathustra: Tentang Penjahat Pucat

Nietzsche



TIDAKKAH kalian berniat menghabisi dia, hai para hakim dan tukang korban, bila binatang korban belum menyerahkan batang lehernya? Lihat, si penjahat pucat itu menyerahkan lehernya: sedang dari matanya menyorot penghinaan keras.
                “Egoku adalah sesuatu yang seharusnya diatasi: Bagiku, Egoku, adalah penghinaan besar terhadap sang manusia”: begitulah matanya berkata.
                Ia hakimi dirinya sendirinya—itulah saat-saat puncak baginya: jangan biarkan manusia yang telah diagungkan merosot ke dalam kondisi kebinatangannya!
                Tak ada penebusan bagi dia yang menderita karena dirinya sendiri, kecuali berupa kematian.
                Pembunuhan olehmu, hai para hakim, akan menjadi belas kasih dan bukan balas dendam. Dan semenjak engkau yang membunuh, usahakan agar engkau membenarkan kehidupan!
                Tidak cukup bila engkau didamaikan dengan ia yang engkau bunuh. Semoga kesedihanmu menjadi cipta bagi Manusia-Unggul: demikianlah maka engkau membenarkan kelanjutan hidupmu!
                Engkau harus berkata “musuh”, bukan “penjahat”; engkau harus berkata “cacat”, bukan “bajingan”; engkau harus berkata “bebal”, bukan “pendosa”.
                Dan engkau, hai hakim merah-padam, jika engkau bersedia mengatakan dengan lantanh apa yang telah engkau lakukan dengan pikiranmu, setiap orang akan berseru: “Enyahlah ular beracun yang menjijikan ini!”
                Tapi pikirkan dan perbuatan adalah hal yang berbeda, dan hal lain lagi adalah citra perbuatan tersebut. Roda sebab-musabab tidak menggelinding antara mereka.
                Satu citra membuat manusia pucat ini pucat. Ia mampu melakukan perbuatannya ketika ia melakukannya: tapi ia tidak mampu menanggung citranya sesudah melakukannya.
                Kita selamanya ia memandang diri sebagai pelaksana satu perbuatan. Aku namai ini kegilaan: dalam dirinya kekecualian itu telah menjadi aturan baku.
                Sebaris goresan kapur mempesona si ayam; patukan yang ia lakukan mempesona pikirannya yang picik—aku namai ini kegilaan sesudah perbuatan.
                Dengarlah, hai para hakim! Ada jenis kegilaan lain lagi; dan ia datang sebelum perbuatan. Ah, engkau belum menyelami dalam-dalam jiwanya!
                Demikianlah berkata sang hakim merah-padam: “Mengapa penjahat ini membunuh? Ia ingin mencuri.” Tapi aku katakan padamu: jiwanya menghendaki darah bukan barang rampasan: ia haus akan kegembiraan pisau!
                Tapi pikiran piciknya tidak memahami kegilaan ini malah membujuknya yang sebaliknya. “Apa gunanya darah?” katanya. “Tidak maukah engkau sekurangnya mencuri pula? Sebagai pembalasan?”
                Maka ia dengarkan pikiran piciknya: perkataannya menjadi penuntun baginya—lantas ia pun merampok sambil membunuh pula. Ia tidak ingin dipermalukan karena kegilaannya.
                Dan kini lagi-lagi beban kejahatannya menekannya, dan lagi-lagi pikiran piciknya begitu mati rasa, begitu lumpuhnya, begitu beratnya.
                Kalau saja ia bisa menggoyang-goyangkan kepalanya maka beban pikirannya akan tergelinding jatuh: tapi siapa dapat menggoyang kepalanya?
                Siapa orang itu? Suatu timbunan penyakit yang mencapai dunia lewat roh: disitumereka ingin mencari mangsa.
                Siapa orang ini? Satu buhul ular-ular buas yang jarang berdamai antara mereka—demikianlah mereka maju sendiri-sendiri untuk mencari mangsa di dunia ini.
                Lihatlah tubuh yang merana ini! Jiwa yang merana ini menafsir sendiri apa-apa yang diderita dan diberahikan oleh tubuh—ia menafsirnya sebagai nafsu membunuh dan kerakusan akan keriangan pisau.
                Kejahatan yang kini jahat merenggut dirinya yang kini jadi sakit: ia ingin menyakiti dengan apa yang sudah membuatnya sakit. Tapi ada zaman-zaman lain dan ada kejahatan dan kebaikan yang lain pula.
                Pernah kesangsian dan  kehendak Diri dipandang jahat. Kemudian si cacat menjadi bid’ah dan sihir: sebagai bid’ah dan sihir ia menderita dan ingin menyakiti.
                Tapi hal ini tak akan masuk telinga kanan: kalian bilang itu melukai orang-orang baik kalian. Tapi apa orang-orang baikmu itu bagiku?
                Kebanyakan mengenai orang-orang baikmu itu membuatku mual, dan bukanlah kejahatan mereka yang aku persoalkan. Betapa inginnya aku agar mereka dirasuki kegilaan dan melaluinya mereka akan binasa, seperti penjahat pucat ini.
                Sungguh, aku harap kegilaan mereka disebut kebenaran atau loyalitas atau keadilan: tapi mereka memiliki kebajikan mereka demi  bisa hidup panjang dalam kenyamanan yang memilukan.
                Aku ini pagar di samping sungai: ia yang dapat meraihku, biarkan saja ia berpegangan padaku! Namun aku bukan tongkat kruk bagimu.

                Demikian kata Zarathustra.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More